Konseling Anak Pada Middle Childhood
(5-9 Tahun)
Secara umum, anak-anak usia ini
menghadapi masalah pada empat area (Baruth & Robinson III, 1987) :
1. Sekolah:
·
Memahami
guru dan dipahami guru,
·
Takut
bertanya di kelas,
·
Menghadapi
tugas-tugas yang terlalu sulit,
·
Ingin
lebih baik pada mata pelajaran tertentu,
·
Tidak
menyukai bidang tertentu,
·
Dibebani
pekerjaan yang terlalu mudah.
2. Keluarga:
·
Ingin
lebih dekat dengan orangtua,
·
Merasa
orangtua terlalu ketat dan berharap terlalu banyak,
·
Ingin
punya relasi lebih baik dengan saudara sekandung,
·
Ingin
mempunyai lebih banyak kebersamaan dengan orangtua.
3. Hubungan dengan orang lain:
·
Ingin
punya lebih banyak teman,
·
Bahan
ejekan teman,
·
Membuat
teman yang disukai mau bermain dengannya,
·
Takut
bicara dengan orang,
·
Belajar
menyesuaikan dengan orang lain; untuk menjadi bagian dari sesuatu dan diterima.
4. Diri sendiri:
·
Tidak
bahagia,
·
Merasa
tidak akurat secara fisik, sosial atau pribadi,
·
Belajar
bagaimana mengelola perasaan,
·
Belajar
menangani perasaan malu (shyness) atau perasaan sepi (lonesome).
Beberapa Teknik yang Dapat Digunakan
Konseling Melalui Bermain
Menurut Baruth dan Robinson III
(1987), salah satu bentuk konseling yang sering digunakan untuk anak usia
sekolah ini adalah konseling melalui bermain. Cara ini didasarkan pada fakta
bahwa bermain merupakan cara natural bagi anak untuk mengekspresikan diri. Jadi
bermain anak memperoleh kesempatan untuk play out perasaan-perasaan dan
masalahnya.
Friendship Group
Baruth dan Robinson III (1987)
menyebutkan suatu cara lain, yaitu dengan pelatihan “kelompok pertemanan”.
Tujuan dari pembentukan kelompok ini adalah untuk menjajaki hubungan teman
sebaya (peer) yang positif. Kelompok yang dibentuk bersifat heterogen (laki,
perempuan, berbagai etnik, dan lain-lain). Pemilihan anggota kelompok ini
berdasarkan pada minta dan rujukan oleh guru, asesmen dilakukan oleh konselor
untuk memilih setiap anggota kelompok dalam satu kelompok. Pada dasarnya
melalui kelompok ini anak belajar mengenai arti persahabatan serta
aturan-aturan penting dalam hubungan persahabatan. Mereka diminta untuk
mengobservasi teman kelompoknya, bermain peran, berdiskusi mengenai minat dan
kelebihan masing-masing dan kemudian ditutup dengan pengungkapan kesan-kesan
dari pertemuan mereka selama ini dalam pesta perpisahan.
Eksplorasi dari Isi Mimpi
Anak-anak pada dasarnya hidupnya
banyak diselimuti mimpi, entah itu mimpi dalam arti bunga tidur maupun mimpi
dalam arti impian, harapan atau cita-cita. Anak-anak yang menyangkal mimpi atau
mengatakan tidak ingat isi mimpi mereka biasanya tidak menolak untuk mengarang
sebuah mimpi atau berpura-pura bahwa mereka bermimpi. Isi dari “mimpi buatan”
ini dapat memberi wawasan lebih lanjut tentang kehidupan fantasinya. Eksplorasi
dari mimpi anak dapat menjadi sarana yang bemanfaat untuk masuk ke dalam
pikiran dan perasaan yang mungkin tidak disadari oleh anak.
Menggunakan Board Games dan Aktivitas Formal Lainnya
Barker (1990), menggunakan board games (seperti ular tangga, halma, dll) untuk
menjalin kontak dengan anak-anak yang enggan untuk bicara banyak tentang
dirinya sendiri dalam percakapan dan tidak dapat bermain dengan bebas dengan
mainan dan materi-materi bermain lainnya yang ada. Board games atau permainan
berstruktur formal lainnya, bisa lebih daripada hanya sarana untuk menjalin
rapport dan membuat anak merasa nyaman. Misalnya dapat dilihat rasa percaya
diri anak, kemauannya untuk bermain sesuai dengan peraturan dan tidak bermain
curang. Rasa marah, sedih, putus asa, takut gagal, kemampuan menikmati
permainan atau ekspresi untuk sukses dapat dilihat dari cara dan sikap anak
dalam bermain.
Konseling Pra-Remaja (9-12 Tahun)
Usia ini seing disebut sebagai usia
laten. Anak-anak usia ini cenderung berkelompok dengan teman sebaya dari jenis
kelamin sama dan mempunyai ciri “ada dalam keadaan tidak aktif”, dan untuk
orang dewasa sering tampak seperti ada dalam dunianya sendiri. Bentuk konseling
yang dianjurkan adalah konseling bermain dan konseling dengan menggunakan media
seperti seni, musik, drama, guided fantasy dan literatur.
Media konseling anak SD
Melakukan konseling atau wawancara
dengan anak merupakan suatu tantangan karena sangat membutuhkan keterampilan.
Konselor harus siap untuk menghadapi berbagai macam rintangan. Anak-anak
biasanya tidak asertif dan jarang yang menentang orang dewasa. Mereka biasanya
akan memberi jawaban seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Anak-anak juga
sanagat mudah untuk terdistraksi, konsentrasi dan fokus anak biasanya mudah
terpecah dan mungkin tidak memahami maksud perkataan anda. Banyak hal yang
harus diperhatikan oleh konselor yang berbicara dengan anak-anak, mereka harus
menjaga agar tidak terpancing oleh sikap anak. Bila anak ketakutan atau
tertekan biasanya dia justru akan diam. Berbicara dengan anak memang adalah
suatu tantangan, tetapi bisa sangat menyenangkan, karena semua itu adalah suatu
seni dalam mendidik dan membimbing.
Salah satu bantuan yang dapat
dilakukan pada institusi sekolah dasar adalah melalui proses
konseling yang terstruktur. Konseling untuk anak‐anak dalam pelaksanaannya perlu disesuaikan
dengan kebutuhan. Konseling anak jelas berbeda dengan konseling pada orang dewasa
dalam pelaksanaannya. Konseling pada anak memiliki kekhasan sendiri dalam melakukannya.
Menimbang dunia sekolah dasar adalah dunia bermain, sehingga media yang digunakan
adalah media‐media yang sesuai dengan metode
pembelajaran pada pendidikan sekolah dasar. Konseling ini tentu
saja berbeda dengan metode mendongeng, keterampilan dalam melakukan konseling
beserta prosedur konseling dilakukan, seperti mendengarkan secara
aktif, dan melakukan kesimpulan‐kesimpulan yang melibatkan anak secara
interaktif.
A. Media Seni
Menurut Gumaer (Baruth & Robinson
III, 1987). Seni dalam kegiatan konseling dapat bermanfaat bagi anak dalam hal
seperti :
1. Seni melibatkan anak untuk
menggunakan pikiran dan panca indranya. Seni menuntut anak untuk berpikir
sebelum bertindak. Mereka dilatih untuk menggabungkan berbagai input untuk
menjadi produk yang terintegrasi (misalnya lukisan, patung).
2. Anak dapat mengekpresikan pikiran
dan perasaannya yang berhubungan dengan masa lalu, saat ini, maupun
memproyeksikannya ke dalam aktivitas di masa depan.
3. Seni memungkinkan anak untuk melakukan katarsis dari
emosi-emosi negatif dalam bentuk yang dapat diterima lingkungannya. Anak yang
agresif terhadap orang lain seringkali karena mereka tidak mempunyai strategi
alternatif untuk melepaskan ketegangan mereka.
4. Seni merupakan produk hasil dari inisiatif diri dan
dikontrol oleh anak sehingga meningkatkan perkembangan ego.
5. Media seni, proses artistik, dan
hasil jadinya memberikan perasaan telah berprestasi, kepuasan dan harga diri.
6. Seni dapat membantu pembentukan
rapport dengan anak-anak yang pemalu, ragu-ragu atau nonverbal.
7. Melalui seni, terapis dapat menyentuh aspek-aspek bawah
sadar pada anak tanpa harus berhadapan dengan mekanisme defensnya.
8. Seni memberikan tambahan data
diagnostik bagi informasi lain yang diperoleh dalam konseling.
B. Bibliocounseling
Dalam konseling dengan pra-remaja
dapat pula digunakan buku, puisi, cerita rakyat, dan sebagainya. Beberapa
manfaat dari bibliocounseling adalah :
1. Memberi informasi yang diperlukan
dalam pemecahan masalah.
2. Memberi instruksi dan petunjuk untuk
pengembangan keterampilan.
3. Mengidentifikasi dan memuaskan minat
pribadi.
4. Membantu membawa masalah yang
direpresi ke alam kesadaran.
5. Membantu pengkajian topik yang
bersifat pribadi dan mengancam dengan memberi ide-ide dan cara-cara untuk
mengomunikasikannya.
6. Membantu pemahaman diri dan
pemahaman tentang diri dalam hubungan dengan orang lain.
7. Membantu proses sosialisasi dengan
menstimulasi perasaan menjadi bagian dengan orang lain.
8. Membantu timbulnya perasaan universalisasi, well-being, dan
rasa aman dengan membantu anak-anak dengan memberi pemahaman bahwa orang-orang
lain juga merasakan seperti mereka dan telah mengalami pengalaman serupa.
Mengurangi perasaan sendiri dan terisolasi yang tipikal untuk anak-anak yang
bermasalah.
9. Membantu anak untuk rileks dengan
mengurangi anxietas melalui kelegaan emosional.
10. Membantu pengujian kembali sikap dan nilai.
11. Memberi kesenangan dan hiburan melalui pengalaman estetik.
12. Mengembangkan apresiasi kritis dan estetik mengenai nilai
buku dan bentuk literatur lain (Gumaer ; Baruth & Robinson III, 1987).
C. Talk Therapy
Barker (1990) menyebutkannya sebagai the talking interview. Tidak selamanya
media perantara perlu digunakan dalam konseling. Sebagian anak-anak yang
usianya lebih tua, lebih suka bicara langsung kepada konselor daripada
menggunakan media perantara. Kepada anak-anak usia ini dapat dilakukan
percakapan biasa seperti halnya pada remaja.
D. Media konseling anak SD menurut
Gedard
Geldard dan Geldard (2008) berpendapat bahwa “praktek konseling dengan
anak memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan
orang dewasa”. Selanjutnya dikemukakan bahwa konseling untuk anak sekolah
dasar menggunakan pendekatan berbagai metode pembelajaran pada institusisekolah
dasar tersebut, seperti bercerita dengan menggunakan media gambar-menggambar dan
konstruksi. Penggunaan beberapa media dalam konseling anak, antara lain:
a. Miniatur
binatang
1) Sekumpulan binatang
berbagai jenis (binatang buas, ternak, jinak, dinosaurus, binatang peliharaan,
dan lain-lain)
2) Benda-benda
pendukung lainnya (misalnya pagar dan lain-lain)
Langkah-langkah penggunaan miniatur
binatang dalam terapi anak, antara lain:
1) Pilihlah binatang yang paling
menggambarkan anak
2) Pilihlah binatang yang mewakili
keluarga anak atau sekolahnya
3) Susunlah binatang itu menurut
kedekatan hubungan mereka
4) Bila ada satu binatang tidak ada
(salah satu yang berpengaruh), apa yang terjadi?
5) Susunlah binatang itu yang membuat
semua yang ada di dalamnya merasa lebih bahagia serta akhiri konseling dengan
sesuatu yang melegakan/membahagiakan.
b. Sand tray
1) Kotak pasir, pasir yang bersih dan
berukuran lebih besar
2) Perlengkapan: benda-benda apa saja
(yang akan dijadikan simbol / lambang )
Langkah-Langkah menggunakan sand
tray dalam terapi anak:
1) Kumpulkan informasi penting mengenai
apa yang sedang terjadi dalam diri anak (misalnya: perceraian, kematian, dan
lain-lain). Observasi cara anak bermain, cara meletakkan lambang, pemilihan
lambang, emosinya, raut wajahnya, dan tema selama bermain.
2) Beri feedback dan
gunakan open question untuk memancing anak bercerita lebih
banyak mengenai apa yang sedang terjadi dengannya.
3) Beri dia kesempatan untuk menata
mainan (sand tray) tersebut berdasarkan apa yang membuatnya lebih
bahagia dibanding dengan apa yang telah terjadi.
c. Clay
1) Clay atau malam, tanah liat
2) Tatakan untuk bermain malam (agar
kebersihan tetap terjaga)
3) Benda-benda pendukung (alat untuk
memotong, membentuk, mencetak)
Langkah-langkah menggunakan clay dalam
terapi anak diantaranya:
1) Minta anak berteman dengan clay (dengan
meminta mereka melakukan sesuatu seperti membuat bola, memipihkan, membuat
ular, melingkarkan ke jari, dan lain sebagainya). Saat anak bermain lakukan
observasi dan feedback.
2) Meminta anak memilih bagian mana
dari aktifitas tadi yang disukainya sehingga bagian yang disukai tersebut dapat
diperagakan lagi.
3) Minta dia membuat sesuatu tentang
dirinya (bentuk apa saja kecuali bentuk asli manusia).
4) Coba minta mereka membuat anggota
keluarga lain.
5) Atur berdasarkan kedekatan serta
minta dia merefleksi perasaannya.
6) Minta anak berdiri, pegang clay yang
melambangkan perasaannya. Katakan pada clay itu dengan suara
keras (saya marah karena...), lempar clay ke bawah (konselor
harus tenang supaya situasi lebih terkendali)
7) Atur posisi anggota keluarga yang
membuat semua lebih bahagia.
8) Tanyakan perasaannya sekarang.
9) Konfirmasikan pada anak mengenai
apakah anak itu sendiri atau konselor yang akan memberitahu orang tua mengenai
apa yang perlu orang tua ketahui.
10) Setelah itu mainan dapat dirapikan.
d.
Fruit
tree drawing
1) Kertas gambar,
pensil dan krayon
2) Kursi dan meja
kecil untuk menggambar
Langkah-langkah menggunakan fruit
tree drawing dalam terapi anak yakni:
1) Minta anak
menggambar sebuah pohon yang menggambarkan dirinya.
2) Dialog dengan
anak mengenai gambar itu, misalnya mengenai pohon apa itu, apakah hidup
sendiri/bersama, bagaimana buahnya, apa yang terjadi dengan pohon itu. Gunakan
kata ganti orang pertama untuk bercerita mengenai pohon itu. Minta anak
menceritakan lebih banyak tentang dirinya dan apa yang dipikirkan mengenai diri
dan lingkungannya. Dalam hal ini konselor perlu mengobservasi dan feedback dimana
hal tersebut merupakan hal krusial untuk menolong anak bercerita.
e.
Comic
strip
1) Kertas dengan 3
kotak untuk menggambar
2) Alat
gambar/pewarna
Langkah-langkah dalam menggunakan comic
strip dalam terapi anak yakni:
1) Untuk kotak
pertama: minta anak menggambar apa yang sedang terjadi saat ini (sumber
masalahnya).
2) Untuk kotak
kedua: tindakan yang membuat anak terhindar dari masalah tersebut.
3) Untuk kotak
ketiga: apa yang dapat dilakukan untuk menolongnya agar dapat terhindar dari
masalah yang timbul.
4) Penekanan: anak
punya pilihan dan segala pilihan pasti ada konsekuensinya masing-masing.
Daftar Rujukan
-
Barker, P (1990). Clinical interview with children and adolescent. New York: W.
W. Norton & Co.
- Baruth, L.G. & Robinson III,
E.H. (1987). An introduction to the counseling profession. Englewood Cliffs,
N.J: Prentice Hall.
- Corey, G. (2001). Theory and
practice of counseling and psychotherapy. Sixth Ed. Belmont, CA: Wadsworth.
- Lesmana, J.M. (2005). Dasar-dasar
konseling. Jakarta: UI.
Geldard,
Kathryn dan David Geldard. (2011). Konseling Anak – Anak : Panduan Praktis.
Terjemah : Rahmat Fazar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.