A. Motif
dan Motivasi
Motif
adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini hidup
pada diri seseorang dan setiap kali mengusik dan menggerakkan orang itu untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu
sendiri. Dengan demikian, suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif
tertentu tidaklah bersifat sembaranagn atau acak, melainkan mengandung isi atau
tema sesuai dengan motif yang mendasarinya. Motif digolongkan menjadi dua,
yaitu motif primer dan motif sekunder.
-
Motif primer didasari oleh kebutuhan
asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia lahir,
seperti: rasa lapar, bernapas, dan haus. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus
terpenuhi, sebab kalau tidak, tantangannya adalah maut.
-
Motif sekunder tidak dibawa sejak lahir,
melainkan terbentuk bersamaan dengan
proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motif ini terbentuk dari hasil
belajar, seperti berpakaian, melukis, berekreasi, melakukan penelitian,
menyimpan uang di bank, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu, dll.
Motif
yang sedang aktif, biasa disebut motivasi. Motivasi erat sekali hubungannya
dengan perhatian, tingkah laku yang didasari oleh motif tertentu biasanya
terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema kandungan motifnya.
Berkenaan dengan kaitan antara motif dan objek tingkah laku, dikenal dengan
adanya motif yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Motif intrinsik dapat
ditemui apabila isi atau tema pokok tingkah laku sesuai dengan atau berada
dalam isi atau tema pokok objek tingkah laku itu. Sedangkan motif ekstrinsik
dapat dijumpai apabila isi atau tema pokok tingkah laku tidak bersesuaian atau
berada di luar isi atau tema pokok objeknya. Dalam motif ekstrinsik, objek
tingkah laku seolah-olah hanya menjadi sekedar jembatan atau perantara bagi
terjangkaunya isi atau tema pokok yang lain di luar isi atau tema pokok objek
langsung tingkah laku tersebut.
B. Pembawaan
dan Lingkungan
Pembawaan
dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yan membntuk dan mempengaruhi perilaku
individu. Pembawaan adalah segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan
hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psikofisik, seperti struktur otot,
warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri kepribadian
tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial dan perlu
dikembangkan. Untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan tempat individu itu berada. Pembawaan
dan lingkungan setiap individu berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (genius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil,embisil, atau idiot).
Demikian pula dengan lingkungan, ada individu
yang dibesarkan dilingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang
memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang
secara optimal. Namun, ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungn
yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga
segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik dan
menjadi sia-sia. Keadaan pembawaan dan lingkungan seorang individu dapat
diketahui dan melalui penerapan instrumentasi konseling (baik tes maupun non
tes) yang dipergunakan oleh konselor. Pemahaman tentang faktor-faktor pembawaan
itu perlu mendapat perhatian utama. Lebih dari itu, konselor perlu menyikapi kondisi
pembawaan dan lingkungan sasaran layanannya secara dinamis. Artinya, konselor
memandang apa-apa yang terdapat di dalam pembawaan sebagai modal atau aset yang
harus ditumbuh-kembangkan secara optimal. Justru menjadi pokok konselorlah untuk
memahami sebesar apa modal yang dimiliki oleh klien dan mengupayakan pengaturan
lingkungan agi pengembangan modal itu sambil meningkatkan motivasi klien untuk
berbuat searah dengan penumbuh-kembangan modalnya.
C. Perkembangan
Individu
Perkembangan
individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang
merentang sejak masa konsepsi (pranatal) hingga akhir hayatnya, diantaranya
meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral
dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan
sebagai rujukan, di antaranya: (1) teori dari McCandless tentang pentingnya
dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) teori dari
Freud tentang dorongan seksual; (3) teori dari Erickson tentang perkembangan
psikososial; (4) teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori
dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang
perkembangan karir; (7) teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; (8)
teori dari Havighrust tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa
bayi sampai masa dewasa. Selengkapnya dari teori Havighrust adalah sebagai
berikut:
Tugas
perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak (0-5 tahun)
-
Belajar berjalan
-
Belajar memakan makanan padat
-
Belajar berbicara
-
Belajar mengontrol pembuangan kotoran
dari diri sendiri(buang air kecil dan air besar)
-
Belajar menbedakan jenis kelamin
-
Mencapai kematangan fisik
-
Membentuk konsep-konsep sederhana
mengenai realitas sosial fisik
-
Belajar berhubungan secara emosional
dengan orang tua, saudara kandung, dan orang lain
-
Belajar memahami yang baik dan yang
buruk
Tugas
Perkembangan Anak-Anak (6-11 tahun)
-
Mempelajari keterampilan fisik yang
perlu untuk berbagai permainan sederhana
-
Membina sikap hidup sehat, untuk diri
sendiri dan lingkungan
-
Belajar bergaul dengan teman sebaya
-
Belajar menjalankan peranan sosial yang
tepat sesuai dengan jenis kelaminnya
-
Belajar keterampilan dasar; membaca,
menulis, berhitung
-
Mengembangkan konsep-konsep yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
-
Mengembangkan kata hati, moral, dan
nilai-nilai
-
Mencapai kebebasan pribadi
-
Mengembangkan sikap terhadap
kelompok-kelompok sosial dan lembaga sosial
Tugas
Perkembangan Masa Remaja(12-18 tahun)
-
Mencapai hubungan-hubungan yang baru dan
lebih matang dengan teman sebaya antar jenis kelamin yang sama dan berbeda
-
Mencapai perana sosial sebagai pria dan
wanita
-
Menerima kesatuan tubuh sebagaimana
adanya dan menggunakannya secara efektif
-
Mencapai kemerdekaan emosional terhadap
orang tua dan orang dewasa lainnya
-
Mencapai keadaan dimilikinya jaminan
untuk kemerdekaan ekonomi
-
Memilih dan mempersiapkan diri untuk
suatu pekerjaan
-
Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan
kehidupan berkeluarga
-
Mengembangkan keterampilan intelektual
dan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sebagai warga negara
-
Mengembangkan hasrat dan mencapai
kemampuan beringkah laku yang dapat dipertimbangkan secara sosial
-
Menguasai seperangkat nilai dan sistem
etika sebagai pedoman
Tugas
Perkembangan Masa Dewasa (19-30 tahun)
-
Memilih pasangan hidup
-
Belajar hidup dengan pasangan dalam
ikatan perkawinan
-
Memulai kehidupan berkeluarga
-
Memelihara dan mendidik anak
-
Mengelola rumah tangga
-
Mulai menjalani karier tertentu
-
Memiliki tanggung jawab sebagai warga
negara
-
Menemukan kelompok-kelompok sosial yang
sesuai
Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan
individu yang dilayaninya, sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu
itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
D. Belajar
Belajar
merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dar psikologi. Setiap orang
belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan
dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar, seseorang mampu berbudaya dan
mengembangkan hasrat kemanusiaanya. Inti dari perbuatan belajar adalah sebagai
upaya untuk menguasai sesuatu yang baru
dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru
itulah yang merupakan tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah
yang merupakan tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor /keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperluklan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psikiofisik yang dihasilkan dari
kematangan ataupun hasil belajar sebelumnya.
Untuk
memahami hal-hal yang berkaitan dengan belajar, ada beberapa teori belajar yang
bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah:
1. Teori
Belajar Behaviorisme
a. Teori
belajar asosiatif adalah teori belajar yang semula dibangun oleh Pavlov. Atas dasar
eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa perilaku itu dapat dibentuk dari
kodisioning atau kebiasaan. Hewan coba membuat asosiasi atau hubungan baru
antara dua peristiwa. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur, atau
membiasakan menggunakan tangan kanan untuk menerima pemberian dari orang lain.
Di samping Pavlov (Ivan Petrovich Pavlov) yang termasuk teori belajar asosiasi
juga Guthrie (Edwin Ray Guthrie) dan Estes(William Kaye Etes) (Hergenhahn dan
Olson, 1997)
b. Teori
belajar fungsionalistik. Seperti diketahui bahwa dalam aliran Behaviorisme ada
yang asosiatif dan fungsional. Yang asosiatif dipelopori oleh Pavlov, sedangkan
yang fungsional antara lain oleh Thorndike dan Skinner.
-
Thorndike, dengan eksperimennya sampai
pada kesimpulan bahwa dalam belajar itu dapat dikemukakan adanya beberapa
hukum, yaitu(1) hukum kesiapan, (2) hukum latihan, (3)hukum efek.
-
Skinner, apabila dicermati dalam
eksperimen Skinner terdapat adanya sifat eksperimen Pavlov juga terdapat sifat
eksperimen Thorndike. Sifat dari eksperimen Thorndike pada Skinner yaitu bahwa
hewan coba untuk mencapai tujuannya (makanan) harus berbuat. Sifat dari
eksperimen Pavlov pada Skinner yaitu adanya experimental
extinction. Menurut Skinner dalam kondisioning peran ada dua prinsip umum,
yaitu:
ü Setiap
respons yang diikuti oleh reward (merupakan reinforcing stimuli) akan cenderung
diulangi
ü Reward
yang merupakan reinforcing stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya
respons.
Jadi
kalau peminta-minta diberi uang (reward) maka perbuatan tersebut cenderung
diulangi
Menurut
Hergenhahn dan Olson (1997) di samping Thorndike dan Skinner masih terdapat
ahli lain yang termasuk teori belajar fungsionalistik yaitu Hull (Clark Leonard
Hull).
2. Teori
belajar yang berorientasi pada aliran kognitif
a. Kohler,
teori belajar yang berorientasi pada aliran kognitif dirintis oleh Kohler.
Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa hewan coba dalam
belajar memecahkan masalah adalah dengan insight (insightfull learning).
Walaupun demikian kohler tidak mengingkari adanya trial and error dalam
memecahkan masalah seperti yang dikemukakan oleh Thorndike. Tetapi menurut
Kohler dalam memecahkan masalah yang penting adalah insight. Seperti diketahui
Kohler yang membawa prinsip Gestalt dalam hal belajar. Semul Gestalt timbul
dalam hal persepsi dan Gestalt dapat dipandang sebagai pendahulu dari aliran
kognitif (Schultz dan Schultz,1992).
b. Jean
Piaget. Salah satu pengertian yang dikemukakan oleh Piaget adalah asimilasi dan
akomodasi. Proses merespons individu tehadap lingkungan yang sesuai dengan
struktur kognitif individu adalah merupakan asimilasi.asimilasi adalah
menyelaraskan (matching) antara struktur kognitif dengan lingkungan. Misalnya
apabila pada anak hanya ada skema menyusu, memegang, marah, maka
pengalaman-pengalamannya akan diasimilasikan dengan skema-skema tersebut.
Menurut Piaget akomodasi merupakan wahana untuk intelektual development. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa agar terjadi proses belajar, maka informasi
harus diberikan sedemikian rupa, sehingga dapat terjadi proses asimilasi dan
sekaligus terjadi akomodasi. Dengan adanya akomodasi akan berubah struktur
kognitifnya. Apabila informasi tidak dapat diasimilasi, maka ini berarti bahwa
informasi tersebut tidak dapat dimengerti. Tetapi sebaliknya apabila seluruhnya
dapat dimengerti secara tuntas, ini tidak diperlukan belajar, sebab tidak
terjadi akomodasi.
E. Kepribadian
Hingga
kini, para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan kepribadian secara
bulat dan komperhensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh
Gordon W. Allport (Calvin S. Halldan Gardner Lindzey, 2005) ditemukan hampir 50
definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang
dilakukannya, Gordon menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap
lebih lengkap. Menurut pendapatnya, kepribadian adalah organisasi organisasi
dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan cara yang
unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheineder dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian sebagai “suatu
proses respons individu, baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam
upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
frustasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
tersebut dan tuntutan (norma) lingkungan.
Adapun
yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat
dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu
didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi
fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan
dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu
yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk
menjelaskan kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang
sudah banyak dikenal, diantaranya: teori psikoanalisis dari Sigmund Freud,
teori analitik dari Carl Gustav Jung, teori sosial psikologis dari Adler,
Fromm, Horney, dan Sullivan, teori personologi dari Murray, teori medan dari
Kurt Lewin, teori psikologi individual dari Allport, teori stimulus-respons
dari Thorndike, Hull, Watson, teori the self dari Carl Rogers, dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin(2003) mengemukakan aspek-aspek kepribadian, yang
mencakup hal berikut.
1. Karakter;
konsekuen-tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten-tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat;
2. Temperamen;
yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat-lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan;
3. Sikap;
sambutan terhadap objek yang bersifat postif, negatif, atau ambivalen;
4. Stabilitas
emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan, seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa;
5. Responsibilitas
(tanggung jawab), yaitu kesiapan menerima risiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Misalnya, menerima risiko secara wajar, “cuci tangan” atau
melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
6. Sosiabilitas;
yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, seperti
sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
Untuk
kepentingan layanan bimbingan dan konseling dalam upaya memahami dan
mengembangkan perilaku individu yang dilayaninya (klien), konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi
perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya
sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan hidup kliennya.
Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif
bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya
pengembangan belajar klien , konselor dituntut untuk memahami aspek-aspek dalam
belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya
pengembangan kepribadian klien, konselor harus memahami karakteristik dan
keunuikan kepribadian kliennya, oleh karena itu agar konselor benar-benar
menguasai landasan psikologis, setidanya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik,
yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau
psikologi pendidikan, dan psikologi kepribadian.
0 komentar:
Posting Komentar
TULIS KOMENTAR DENGAN BAHASA YANG SOPAN