BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian MBS
Manajemen
berbasis sekolah (MBS) atau dalam terminologi bahasa inggris lazim disebut “School Based Management” dipahami
sebagai salah satu alternatif pilihan formal untuk mengelola penyelenggaraan
pendidikan yang terdesentralisasi dengan menenmpatkan sekolah sebagai unit
utama peningkatan kualitas pendidikan (Abu, I & Dohou, 2002:16).
Sedangkan
Depdiknas merumuskan pengertian MBS sebagai model manajemen yang memberikan
otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala
sekolah, karyawan, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
2. Tujuan MBS
Tujuan
manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisitif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b.
Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama.
c.
Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu
sekolah.
d.
Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan.
e.
Memberdayakan
potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
dan harapan masyarakat.
3. Manfaat MBS
Secara
umum, manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MBS antara lain:
a.
Sekolah dapat
mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolah, karena lebih
mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang mungkin
dihadapi.
b.
Sekolah lebih
mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang
akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c.
Pengambilan
keputusan partisipatif yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah, karena
sekolah lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d.
Penggunaan sumberdaya
pendidika lebih efisien dan efektif bilamana masyarakat turut serta mengawasi.
e.
Keterlibatan
warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
f.
Sekolah
bertnggung jawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya kepada pemerintah,
orangtua, peserta didik dan masyarakat.
g.
Sekolah dapat
bersaing dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
h.
Sekolah dapat
merespon aspirasi masyarakat yang dinamis dengan pendekatan kolaboratif.
4. Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut
Nurkolis (2005: 52-55) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip MBS antara lain:
a.
Ekuifinalitas (equifinality)
Prinsip ekuifinalitas
berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu
tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga
sekolah menurut kondisi masing-masing, walaupun sekolah yang berbeda dihadapkan
masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu
dengan yang lain.
b.
Desentralisasi (decentralization)
Prinsip desentralisasi
adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah.
Desentralisasi pendidikan memberikan peluang yang luas kepada sekolah untuk
mengelola sumberdaya sekolah menurut strategi-strategi yang unik dalam mencapai
tujuan yangditetapkan.
c.
Pengelolaan
mandiri (self-managing system)
Prinsip pengelolaan
mandiri memberikan kewenangan sekolah untuk mengelola secara mandiri dengan
kebijakan yag telah ditetapkan secara kolaboratif. Dengan demikian, sekolah
memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran, strategi manajemen,
distribusi sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya, memecahkan masalah, dan
mencapai tujuan berdasarkan kondisi masing-masing.
d.
Inisiatif
Manusia (human initiative)
Prinsip inisiatif
manusia,mengakui bahwa manusia bukanlah sumberdaya yang statis, melainkan
dinamis. Karena itu potensi sumberdaya manusia harus selalu digali, ditemukan
dan kemudian dikembangkan. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human resources development, yang memiliki
konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolahsebagai
aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.
B.
Strategi Implementasi MBS
Implementasi MBS akan
berlangsung secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya
manusia yang profesional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar
sekolah mampu menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana memadai
untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua)
yang tinggi.
Multi krisis telah
memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta
menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, agar MBS
dapat diimplementasikan secara optimal, baik di era krisis maupun pasca krisis
di masa mendatang, perlu adanya pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat
kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk
mempermudah pihak-pihak terkait dalam
memberikan dukungan.
1.
Pengelompokkan Sekolah
Dalam hali ini sedikitnya
akan ditemui tiga kategori sekolah, yaitu baik, sedang, kurang, yang tesebar
dilokasi maju, sedang, ketinggalan. Dapat dilihat pada tabel berikut:
KELOMPOK
SEKOLAH DALAM MBS
Kemempuan Sekolah
|
Kepala Sekolah dan Guru
|
Partisipasi Masyarakat
|
Pendapatan Daerah dan Orang tua
|
Anggaran Sekolah
|
Sekolah dengan kemampuan
manajemen tinggi
|
Kepala sekolah dan guru
berkompetensi tinggi (termasuk Kepemimpinan)
|
Partisipasi masyarakat tinggi
(termasuk dukungan dana)
|
Pendapatan derah dan orang tua
tinggi
|
Anggaran sekolah diluar anggaran
pemerintahan besar
|
Sekolah dengan kemampuan
manajemen sedang
|
Kepala sekolah dan guru
berkompetensi sedang (termasuk Kepemimpinan)
|
Partisipasi masyarakat sedang
(termasuk dukungan dana)
|
Pendapatan derah dan orang tua
sedang
|
Anggaran sekolah diluar anggaran
pemerintahan sedang
|
Sekolah dengan kemampuan
manajemen rendah
|
Kepala sekolah dan guru
berkompetensi rendah (termasuk Kepemimpinan)
|
Partisipasi masyarakat rendah
(termasuk dukungan dana)
|
Pendapatan derah dan orang tua
rendah
|
Anggaran sekolah diluar anggaran
pemerintahan rendah
|
Perencanaan
implementasi MBS harus menuju pada variasi tersebut, dan mempertimbangkan
kemampuan setiap sekolah. Perencanaan yang merujuk pada kemampuan sekolah
sangat perlu, khususnya untuk menghindari penyeragaman perlakuan (treatment) terhadap sekolah. Perbedaan
kemampuan manajemen, mengharuskan perlakuan yang berbeda terhadap setiap
sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam menyerap paradigma
baru yang ditawarkan MBS.
Dengan mempertimbangkan
kemampuan sekolah, kewajiban dan kewenangan sekolah terhadap pelaksanaan MBS,
dapat dibedakan antara satu sekolah dengan sekolah lain. Pemerintah
berkewajiban melakukan upaya-upaya maksimal bagi sekolah-sekolah yang kemampuan
manajemennya kurang untuk mempersiapkan pelaksanaan MBS. Namun demikian, untuk
jangka panjang MBS akan ditentukan oleh bagaimana sekolah mampu menyusun
rencana sekolah, dan melaksanakan rencana tersebut.
2.
Pentahapan Implementasi MBS
Secara garis besar,
Fattah (2000) membaginya menjadi tiga tahap, yaitu sosialisasi, piloting, dan deseminasi.
a. Tahap
Sosialisasi
Tahap ini merupakan tahapan penting mengingat
luasnyawilayah nusantara terutama daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh media
informasi, baik cetak maupun elektronik. Banyak perubahan, baik personal maupun
organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan baru. Dengan begitu
masyarakat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan yang baru. Dalam
mengefektifkan pencapaian tujuan perubahan, diperlukan kejelasan tujuan dan cara
yang tepat, baik menyangkut aspek proses maupun pengembangan.
b. Tahap
piloting
Pada tahap ini merupakan tahap uji coba agar
penerapan konsep manajemen berbasis sekolah tidak mengandung resiko. Untuk
mengukur efektivitas model uji coba memerlukan persyaratan dasar, yaitu
akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
Akseptabilitas
artinya ada penerimaan dari para tenaga pendidikan, khususnya guru dan kepala sekolah sebagai
pelaksana dan penanggung jawabpendidikan di sekolah. Akuntabilitas artinya bahwa program MBS harusdapat dipertanggung
jawabkan, baik secara konsep, opersional, maupun pendanaannya. Reflikabilitas artinya model MBS yang
diujicobakan dapat direflikasi disekolah lain sehingga perlakuan yang diberikan
kepada sekolah uji coba dapat dilaksanakan di sekolah lain. Sementara Sustainabilitas artinya program tersebut
dapat dijaga kesinambungannya setelah uji coba dilaksanakan.
c. Tahap
Diseminasi
Tahap ini merupakan tahapan memasyarakatkan model
MBS yang telah diuji cobakan ke barbagai sekolah agar dapat
mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.
3.
Perangkat Implementasi MBS
Implementasi MBS
memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman (guidelines) umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam
perencanaan dalam perencanaan, monitaoring dan evaluasi, serta laporan
pelaksanaan. Seperangkat implementasi ini perlu diperkenalkan sejak awal
melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka
pendek.
PERANGKAT
PELAKSANA MBS
No.
|
Perangkat
|
Bentuk
|
Program kerja
|
A.
|
Kesiapan sumber daya manusia
terkait dengan pelaksanaan MBS
|
1.
Sosialisasi
2.
Pelatihan
3.
Uji coba
|
-
Media massa
-
Diskusi dan forum ilmiah
-
Pelatihan kepala sekolah,
pengawas, guru, dan unsur terkait lainnya
-
Dipilih daerah dan sekolah yang
mewakili kriteria-kriteria sebagai uji coba MBS
|
B.
|
Kategori sekolah dan daerah
|
1.
Jenjang sekolah
2.
Kemampuan Manajemen Sekolah
3.
Krteria daerah
|
-
SD/MI: Negeri dan Swasta
-
SLTP/MTs: Negeri dan Swasta
-
Sekolah dengan kemampuan
manajemen tinggi
-
Sekolah dengan kemampuan
manajemen sedang
-
Sekolah dengan kemampuan
manajemen rendah
-
Daerah dengan pendapatan daerah
tinngi
-
Daerah dengan pendapatan daerah
sedang
-
Daerah dengan pendapatan daerah
rendah
|
C.
|
Peraturan/Kebijakan dan pedoman
|
1.
Peraturan/ Kebijakan dari pusat
2.
Pedoman pelaksanaan MBS
|
-
Perlu dirumuskan seperangkat
peraturan yang diperlukan untuk pelaksanaan otonomi masing-masing unsur.
-
Pedoman dari pusat perlu dirumuskan
sedemikian rupa, meliputi kerangka nasional dan otonomi sekolah
|
D.
|
Rencana Sekolah
|
Rencana
sekolah disusun oleh sekolah dengan partisipasi masyarakat yang tergabung
dalam “dewan sekolah”. Rencana sekolah ini harus memperoleh persetujuan dari
nDati II. Rencana Sekolah perlu mencantumkan, antara lain misi dan visi
sekolaj tujuan umum dan khusus, nilai-nilai nasional dan lokal, prioritas
pencapaian.
|
Rencana
sekolah ini merupakan program yang akan dilaksanakan oleh sekolah selama
misalnya 3 tahun. Rencana ini dititik beratkan pada apa yang akan dicapai
oleh sekolah selama kurun waktu tersebut. Sebagai contoh. Sekolah akan
meningkatkan kualitas belaar siswa (kenaikan NEM).
|
E.
|
Rencana pembiayaan
|
Rencana anggaran sekolah yang
disetujui Dati II.
|
Sekolah
menyusun anggaran yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan rencana
sekolah. Anggaran disini termasuk sumber-sumber dana dari pemerintah, orang
tua, dan masyarakat. Semua dana yang disetujui langsung diterimakan ke
sekolah.
|
F.
|
Monitoring dan evaluasi internal
|
Monitoring
dan evaluasi internal (self assesment)
yang dilakukan oleh diri sendiri
|
Pengelolaan
sekolah yang terjalin erat dengan dengan masyarakat melakukan monitoring
internal (self assesment). Kegiatan
ini menghasilkan laporan tahunan yang berisi laporan sekolah dan dewan
sekolah tentang pelaksanaan kegiatan sekolah berdasar perencanaan anggaran
serta kemajuan yang dicapai selama tahun yang bersangkutan.
|
G.
|
Monitoring dan evaluasi eksternal
|
Monitoring
dan evaluasi oleh pihak eksternal.
|
Kegiatan
ini dilakukan oleh pengawas, Dati II, pusat/ Dati I, atau konsultan
independen. Monitoring dan evaluasi eksternal dilakukan berdasarkan rencana
sekolah dan rencana anggaran. Hasil dari monitoring dan evaluasi dijadikan
tolok ukur apakah sekolah akan memperoleh tambahan dana atau tetap, atau
pengurangan pada tiga tahun berikutnya.
|
H.
|
Laporan Akhir
|
Laporan
akhir disusun oleh sekolah dan “dewan sekolah”
|
Sekolah
dan “dewan sekolah” bersama-sama menyusun laporan akhir.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
MBS
merupakan salah satu alternatif pilihan formal untuk mengelola penyelenggaraan
pendidikan yang terdesentralisasi dengan menenmpatkan sekolah sebagai unit
utama peningkatan kualitas pendidikan. Perlu adanya
pengelompokkan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing.
Pentahapan MBS dibagi menjadi tiga tahap, yaitu sosialisasi, piloting, dan deseminasi. Implementasi MBS memerlukan
seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman (guidelines)
umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan dalam perencanaan,
monitaoring dan evaluasi, serta laporan pelaksanaan.
B. Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini semoga dapat memberikan informasi kepada para pembaca,
dan kami berharap semoga pembaca dapat mengembangkan sendiri mengenai materi Implementasi
Manajmen Berbasis Sekolah. Masukan serta saran dari pembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Pustaka
Abu,
Ibtisan dan Duhou. 2002. SchoolBased
Management. Paris: United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization.
Nurkolis.
2003. Manajemen Berbasis Sekolah :Teori,
Model, dan Implementasi. Jakarta:
PT Grasindo
Sutomo.
2012. Manajemen Sekolah. Semarang:
Unnes Press.
0 komentar:
Posting Komentar
TULIS KOMENTAR DENGAN BAHASA YANG SOPAN